Selasa, 25 Januari 2011

Sentuhlah embun pagi



Cinta yang membakar membuatku mati rasa.

Kesedihan yang amat sangat membuatku lupa

bertanya mengapa engkau harus pergi.

Satu pertanyaan yang dulu tak kutanyakan itu

sekarang sudah bertambah menjadi ribuan pertanyaan. Dan

kini setiap kali kuintip wajah-wajah dibalik kerudung wanita

selalu bukan wajahmu yang tertangkap

setiap kali pertanyaan itu bertambah.


'Arti namaku.

Hanyalah perasaan jiwa.

Aku tak tahu apalagi yang akan ku bahas.

Tapi entah kenapa...?

Entah mengapa aku menerimamu begitu saja dan

tak pernah bisa lagi melepaskanmu.

Engkau mengubah diriku menjadi lebih benderang.

Tahukah engkau kalau aku berada di sini menunggumu,


"Aku sedang bermimpi."

"Mengapa"

"Karena Aku bahagia."

"Lalu?"

"Tidakkah kau mengerti?

Kebahagiaan membuat waktu menjadi relatif.

Tak ada ujung tak ada pangkal.

Waktu berjalan lebih cepat dari seharusnya.

Satu hari terasa satu jam.

Satu minggu tanpa kau hanya kesepian yang kurasa.


"Sentuhlah embun pagi ini.

Bisakah kau rasakan?,

inilah hasil sentuhan alam yang sempurna.

Betapa murninya."


Aku tak mengerti maksudmu,

tetapi tentu saja aku lakukan apa yang kau minta.

Tak ada ruginya menuruti permintaanmu.

Ada sebuah rasa dingin yang menyentuh,

terasa hingga ke tulang belakangku.


Masih adakah waktumu untuk mengingatku?

Atau kau sudah melupakanku dengan sungguh_sungguh?


Aku masih mencari kata_kata untuk puisiku

yang tercipta dari bayangmu,

yang kutempelkan di kertas putih.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar